Sunday, May 25, 2014

Dinamika Generasi Muda


Kesulitan terbesar dalam menulis adalah selalu disertai rasa bingung harus memulainya darimana.
ok. Akan saya coba dari beberapa kalimat-kalimat yg terlintas dalam pikiran.

Sedikit membahas tentang generasi muda, yang saat ini sangat meresahkan dan memprihatinkan.
hamper rata-rata generasi yang disebut anak muda tidak memiliki potensi dan bertanggungjawab atas dirinya sendiri.
Terkhusus yang masih duduk dibangku kuliah.
Waktu yang terbuang begitu saja lewat aktivitas yang tidak jelas, seperti shoping, warnet (game online), narkoba, seks bebas, dugem. Dll.
Disamping diusia muda rasa ingin tahu lebih tinggi daripada pengendalian diri.
 Aku tinggal dikawasan pelajar, khususnya mahasiswa, jika dilihat sepintas warnet game online dikawasan mahasiswa hamper tak terhitung. Dan rata-rata pengunjungnya adalah mahasiswa.
Mereka berasal dari berbagai daerah, baik dari luar provinsi maupun dalam provinsi.
dan kebanyakan didominasi asal keluarga yang ekonominya menengah kebawah.
Pernah saya coba tafsir pengeluaran mahasiswa tersebut perhari hanya untuk warnet (game online).
untuk paket begadang ada yang Rp. 10.000 hingga pagi. Belum lagi minuman dan rokok.
permalam dia (pengguna) menghabiskan Rp. 20.000 hingga Rp.40.000.
yang menjadi pertanyaannya adalah, “Duitnya darimana?” kalau bukan dari orangtua.
Enam bulan terakhir menjelang pemilu 2014 aku keliling-keliling sumatera utara hingga kepelosoknya.
disana aku dapat melihat kehidupan masyarakat yang serba berkecukupan.
hampir 80% masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani.
Pernah saya bertanya kepada salah seorang ibu yang bekerja harian disawah, berapa gaji yang didapat perhari kalau bekerja disawah orang. Ibu itu menjawab Rp. 70.000. tersentak mendengarnya, angka yang sangat sedikit tetapi bekerja dibawah terik matahari.
perhatianku tak luput saat ibu makan hendak makan siang. Dia membuka tasnya yang sudah using dan mengeluarkan bekal makanannya dari dalam. Tampak seperti bontot kecil tempat makanan sewaktu masih TK dulu.
didalamnya hanya ada nasi putih dan sepotong ikan asin. Polos dan tak ada embel-embel lainnya.
ibu tersebut duduk ditanah dibawah pohon lalu melipat tangan dan berdoa.
samar terdengar kalimat atau ucapan ibu tersebut, yang pasti terdengar olehku agar anak-anaknya yang diperantauan diberkati dan diberikan kesehatan.

Malu dan tersipu saat itu juga aku tak kuasa menahan air mata dan berlalu dari tempat itu.
mengingat perilaku kebanyakan anak muda terkhusus mahasiswa, itu hal yang membuatku tidak tega terhadap ibu tersebut. Dalam hati kuberucap, “semoga saja anak ibu itu baik dan tidak seperti mahasiswa-mahasiswa lainnya”.
banyak gambaran, pengalaman dan pembelajaran yang kutemui selama bekerja disana.
disetipa kabupaten yang kujalani hampir sama.
Jam menunjukkan pukul 01:30 WIB, aku diperjalanan menuju pulang. Heran melihat sepasang suami isteri berdiri ditepi jalan ditengah kabut awan yang sangat dingin dan menusuk tulang. Lama kuperhatikan ternyata mereka hendak menunggu tumpangan untuk membawa hasil pertaniannya untuk dijual kepasar. “jam segini???!!!!” gumamku.
“ya Tuhan, ternyata uang Rp. 20.000 begitu sangat berarti dan sulitnya mencari uang tersebut sangat luar biasa.
Kesal dan geram melihat dan membandingkan fakta, dimana bayangan ku masih kepada generasi-generasi muda yang “tak tahu diri” dan perlahan menghisap darah orangtuanya.
kembali menarik sebuah kesimpulan, pertama bertemu seorang ibu-ibu dan sepasang suami isteri yang berjuang demi hidup. Dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya.

Dari pengamatanku dapat kusimpulkan kira-kira pendapatan masyarakat desa perharinya rata-rata sekitar Rp. 50.000. dikali 26 hari, Rp. 1.300.000. belum lagi untuk biaya kebutuhan sehari-hari.
Dan setiap awal bulannya mereka harus mengirimkan belanja keperluan anak-anak mereka yang statusnya sedang kuliah.
mau tidak mau dan tidak mau tahu apapun alasannya, desakan tersebut harus segera dipenuhi setiap awal bulannya.
begitu seterusnya hingga si-anak menyelesaikan studinya.

Kembali ke fenomena mahasiswa.
setiap bulannya mereka menerima kiriman biaya setiap bulannya minimal Rp. 1.500.000/bulan.
sekitar Rp. 50.000/hari mereka habiskan.
untuk mengeluarkan uang sebesar angka tersebut ada berapa persen generasi muda terkhusus mahasiswa punya inisiatif untuk mencari Rp. 10.000 saja perharinya. Paling tidak itu sudah membantu dan proses  itu juga yang seiring akan memotivasinya.
bukan malah terjerumus kedalam dunia-dunia yang diluar batas kemampuannya. Sehingga aka nada sebutan “tak tahu diri’.
Yang berikut, kenapa sarjana banyak yang pengangguran atau setelah diwisuda akan melirik informasi penerimaan CPNS. Apakah hal tersebut menggambarkan pemikiran eks mahasiswa tersebut sangat pragmatis dan cari “safety”. Karena merasa tidak punya potensi?
berapa persen mahasiswa atau eks mahasiswa yang mampu mempertanggungjawabkan latarbelakang keilmuannya?
sebelum jauh membahas Lembaga Pendidikan di Indonesia tidak beres.
Misalnya, dari sekian banyak spesifikasi bidang atau kajian ilmu, hampir menyeluruh tidak mampu bersaing dan menunjukkan itu adalah dirinya dan potensinya.

Disamping lembaga pendidikan yang hanya menciptakan manusia tidak manusia, mahasiswa atau eks mahasiswa yang lingkungan interaksinya membangun jiiwa “hedonis” terhadap dirinya. Sehingga lupa atau enggan menatap masa depannya.
maka harapan sang orangtua pun sirna. Perjuangan seolah sia-sia.

Jika kamu punya bakat atau potensi kamu pasti bisa.

Bagikan

Jangan lewatkan

Dinamika Generasi Muda
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online